“Belajar
dan mempersiapkan adalah tentang bagaimana kita berjuang untuk menjadi orang
yang beruntung, yaitu orang yang hari esoknya akan lebih baik dari hari
kemarin.”
– Kang Canun dan Teh Fufu
Jadi
ditempat saya bekerja, saya sering berbincang dengan kedua rekan saya yang bisa
dibilang mereka sudah cukup dewasa untuk saya ajak diskusi mengenai makna
berjuang dan memperjuangkan.
Umur
kita beda sampe 3 tahun, tapi percayalah umur bukan jaminan seseorang untuk
memiliki pemikiran yang dewasa. Walaupun terkadang, mereka memang super duper
kekanak-kanakan dalam menyikapi anatara masalah satu dengan masalah lainnya.
Pembicaraan
kami dibuka setelah rekan saya bertanya,
“Teh,
kenapa yah sekarang kalo liat di sosial media khususnya Instagram banyak banget
yang suka ngomporin masalah biar
cepet-cepet nikah?”
Pas
denger pertanyaan itu saya berpikir sejenak,
“Hmmm...
bisa jadi mereka (orang yang membuat konten) sedang berusaha memotivasi agar orang yang liat/baca jadi menyegerakan
menikah!”
“Tapi
kalau menurut sudut pandang teteh pribadi, konten itu terlalu berlebihan. Bukan
sensitif atau kenapa-kenapa, tapi mereka sedikit kurang berempati kepada orang yang sedang berusaha memantaskan diri,
menjaga niat agar tetap lurus, menjaga perasaan/pikiran yang bisa jadi
melenceng karna postingan itu. Wallahu’allam.. ”
Satu
rekan saya juga ikut berkomentar dengan sewotnya, sambil asyik main game BTS
(FYI: BTS/Bang Tan Boy’s itu salah satu boyband korea).
“betul
teh, mereka bukan sibuk memantaskan diri!!! Malah sibuk jadi kompor”
Saya
kembali meluruskan...
“Sangat
disayangkan memang. Tapi, kembali lagi kita
gabisa maksa mereka buat mereka ga posting tentang menikah, pasangan idaman,
baper sama laki-laki yang bahkan sudah berkeluarga, dll. Kuncinya kembali lagi
ke diri kita yang membaca atau melihat, sebisa mungkin kita harus bisa
memfilter apapun, lihatlah sesuatu baru berbagai sudut pandang supaya kita
ngerti dan tidak menjudge orang lain berlebihan. Jadikan kompor-kompor itu
untuk memotivasi diri kita untuk memperjuangkan kebaikan.”
Rekan
saya yang sebelumnya bertanya, tertawa sambil berusaha nyenggol teman yang ada
di sebelahnya.
Dia
kembali bertanya..
“Terus,
penting ga kita ikut seminar pranikah? Secara kan, sekarang makin banyak seminar-seminar
pranikah. Terus yang ngisinya juga kebanyakan orang-orang yang baru menikah
beberapa bulan?”
Saya
tarik nafas agak panjang (perasaan tiap mau jawab tarik nafas panjang --___--“”)
“Pertanyaannya
ga ada yang lebih gampang memang??”
“Kalo
seminar pranikahnya sih ga ada salahnya Insyaa Allah... kembali lagi ke niat. Teteh
juga kan sering yang kemarin-kemarin ikut seminar pranikah/ kuliah Whatsapp
buat tahu tentang ilmu di pernikahan. Tapi jujur ya, selama ikut seminar
pranikah bahasannya hampir semua sama. Mereka kebanyakan hanya menceritakan
yang manis-manisnya saja, kalo di analogikan materinya itu sebuah lautan, maka
materinya itu ibarat cuma permukaan lautnya aja. “
“Kemarin
juga teteh bahas ini sama sodara teteh, bahas tentang manajemen rumah tangga. Ternyata
ilmu pas diskusi itu bener-bener ga teteh dapetin pas teteh ikut seminar
pranikah. Ilmunya mungkin sudah sampai ke isi lautnya. Oh iya... atau mungkin selama
ini teteh ikut seminarnya, seminar abal-abal ya. Hee...”
“Tapi
kalian nangkepnya jangan salah paham. Kalian
harus tetap menyiapkan mulai dari ilmu. Karna semua kunci dalam manajemen rumah tangga ada ilmunya. Kalian bisa dapetin
dengan kalian meneriman pendidikan menikah/ Pra Nikah. Selain itu juga, investasi
terbesar yang bisa kita berikan bagi kehidupan kita adalah belajar dan ilmu
pengetahuan. ”
Rekan
saya kembali bertanya dengan penuh penasaran...
“Jadi
maksudnya bagaimana teh?”
Saya
kembali menjawab..
“Yahh..
jadi kita itu sebenernya lebih tertarik dengan pengisi materinya ketimbang
materinya. Kalo pengisinya artis, selebgram, dll. kita semangetnya luar biasa. Tapi ketika
pengisinya malah orang yang memang ahli dibidangnya, ya kita mah diem saja.
Apalagi kalau kita disuruh berinvestasi.. hehe”
“Selain
itu juga ada yang harus kita garis bawahi, apabila
kita belajar tentang Pra Nikah, maka kita juga harus siap dengan materi di bab
parenting/ pengasuhan pada anak.”
“Teteh
juga jadi inget sama tulisan Ka Novie, yang menceritakan pertemuannya dengan
Bunda Elly Risman. Yang mana saat itu bunda mengatakan kepada ka Novie “Nak, pastikan kamu kelak menikah
dengan ilmu, ya. Jangan terburu-buru, jangan asal jatuh cinta” dan “Ayo
dong anak muda melek pengasuhan!”. “
“Setelah baca itu jujur, teteh ngerasa bersyukur karena Allah
ternyata masih memberi kesempatan untuk bersiap dan belajar sebelum dipinang
oleh amanah peradaban.”
Kedua rekan saya juga tersenyum lebar mendengar pernyataan itu.
Sebagai generasi milenials,. saat ini kita sedang menghadapi tantang
besar, yaitu gap generasi dan perbedaan persepsi mengenai kesiapan mengasuh. Kebanyakan
orang tua kita dulu membesarkan anaknya dengan ilmu seadanya, mereka berpikir bahwa
dalam pengasuhan itu adalah hal yang natural bisa didapatkan seiring
berjalannya waktu. Dampaknya, saat ini kita tidak tumbuh sebagai individu yang
dipersiapkan untuk menjadi istri, suami bahkan orangtua. Padahal,
perkembangan zaman dan situasi dunia saat ini menuntut kita untuk siap
mengahadapi tantangan-tantangan dalam mengasuh anak sebagai mana pesan Ali bin
Abi Thalib agar mendidik anak sesuai dengan zamannya.
Tidak
pernah ada yang tahu apakah pengalaman pernikahan dan pengasuhan ini akan kita
rasakan atau tidak, meskipun kita sudah belajar. Tapi, tidak ada yang salah
dengan belajar dan mempersiapkan, bukan?
Semoga
Allah memudahkan setiap niat baik dan mempertemukan dengan jalan-jalan terbaik.
Selamat
memperjuangkan Kebaikan!!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar