Rabu, 21 Februari 2018

Memperjuangkan Kebaikan!



“Belajar dan mempersiapkan adalah tentang bagaimana kita berjuang untuk menjadi orang yang beruntung, yaitu orang yang hari esoknya akan lebih baik dari hari kemarin.” 
– Kang Canun dan Teh Fufu

Jadi ditempat saya bekerja, saya sering berbincang dengan kedua rekan saya yang bisa dibilang mereka sudah cukup dewasa untuk saya ajak diskusi mengenai makna berjuang dan memperjuangkan.

Umur kita beda sampe 3 tahun, tapi percayalah umur bukan jaminan seseorang untuk memiliki pemikiran yang dewasa. Walaupun terkadang, mereka memang super duper kekanak-kanakan dalam menyikapi anatara masalah satu dengan masalah lainnya.

Pembicaraan kami dibuka setelah rekan saya bertanya,
“Teh, kenapa yah sekarang kalo liat di sosial media khususnya Instagram banyak banget yang suka ngomporin masalah biar cepet-cepet nikah?”

Pas denger pertanyaan itu saya berpikir sejenak,
“Hmmm... bisa jadi mereka (orang yang membuat konten) sedang berusaha memotivasi agar orang yang liat/baca jadi menyegerakan menikah!”

“Tapi kalau menurut sudut pandang teteh pribadi, konten itu terlalu berlebihan. Bukan sensitif atau kenapa-kenapa, tapi mereka sedikit kurang berempati kepada orang yang sedang berusaha memantaskan diri, menjaga niat agar tetap lurus, menjaga perasaan/pikiran yang bisa jadi melenceng karna postingan itu. Wallahu’allam.. ”

Satu rekan saya juga ikut berkomentar dengan sewotnya, sambil asyik main game BTS (FYI: BTS/Bang Tan Boy’s itu salah satu boyband korea).
“betul teh, mereka bukan sibuk memantaskan diri!!! Malah sibuk jadi kompor”

Saya kembali meluruskan...
“Sangat disayangkan memang. Tapi, kembali lagi kita gabisa maksa mereka buat mereka ga posting tentang menikah, pasangan idaman, baper sama laki-laki yang bahkan sudah berkeluarga, dll. Kuncinya kembali lagi ke diri kita yang membaca atau melihat, sebisa mungkin kita harus bisa memfilter apapun, lihatlah sesuatu baru berbagai sudut pandang supaya kita ngerti dan tidak menjudge orang lain berlebihan. Jadikan kompor-kompor itu untuk memotivasi diri kita untuk memperjuangkan kebaikan.”

Rekan saya yang sebelumnya bertanya, tertawa sambil berusaha nyenggol teman yang ada di sebelahnya.
Dia kembali bertanya..
“Terus, penting ga kita ikut seminar pranikah? Secara kan, sekarang makin banyak seminar-seminar pranikah. Terus yang ngisinya juga kebanyakan orang-orang yang baru menikah beberapa bulan?”

Saya tarik nafas agak panjang (perasaan tiap mau jawab tarik nafas panjang --___--“”)
“Pertanyaannya ga ada yang lebih gampang memang??”

“Kalo seminar pranikahnya sih ga ada salahnya Insyaa Allah... kembali lagi ke niat. Teteh juga kan sering yang kemarin-kemarin ikut seminar pranikah/ kuliah Whatsapp buat tahu tentang ilmu di pernikahan. Tapi jujur ya, selama ikut seminar pranikah bahasannya hampir semua sama. Mereka kebanyakan hanya menceritakan yang manis-manisnya saja, kalo di analogikan materinya itu sebuah lautan, maka materinya itu ibarat cuma permukaan lautnya aja. “

“Kemarin juga teteh bahas ini sama sodara teteh, bahas tentang manajemen rumah tangga. Ternyata ilmu pas diskusi itu bener-bener ga teteh dapetin pas teteh ikut seminar pranikah. Ilmunya mungkin sudah sampai ke isi lautnya. Oh iya... atau mungkin selama ini teteh ikut seminarnya, seminar abal-abal ya. Hee...”

“Tapi kalian nangkepnya jangan salah paham. Kalian harus tetap menyiapkan mulai dari ilmu. Karna semua kunci dalam manajemen  rumah tangga ada ilmunya. Kalian bisa dapetin dengan kalian meneriman pendidikan menikah/ Pra Nikah. Selain itu juga, investasi terbesar yang bisa kita berikan bagi kehidupan kita adalah belajar dan ilmu pengetahuan.

Rekan saya kembali bertanya dengan penuh penasaran...
“Jadi maksudnya bagaimana teh?”

Saya kembali menjawab..
“Yahh.. jadi kita itu sebenernya lebih tertarik dengan pengisi materinya ketimbang materinya. Kalo pengisinya artis, selebgram, dll.  kita semangetnya luar biasa. Tapi ketika pengisinya malah orang yang memang ahli dibidangnya, ya kita mah diem saja. Apalagi kalau kita disuruh berinvestasi.. hehe”

“Selain itu juga ada yang harus kita garis bawahi, apabila kita belajar tentang Pra Nikah, maka kita juga harus siap dengan materi di bab parenting/ pengasuhan pada anak.”

“Teteh juga jadi inget sama tulisan Ka Novie, yang menceritakan pertemuannya dengan Bunda Elly Risman. Yang mana saat itu bunda mengatakan kepada ka Novie “Nak, pastikan kamu kelak menikah dengan ilmu, ya. Jangan terburu-buru, jangan asal jatuh cinta” dan “Ayo dong anak muda melek pengasuhan!”.

“Setelah baca itu jujur, teteh ngerasa bersyukur karena Allah ternyata masih memberi kesempatan untuk bersiap dan belajar sebelum dipinang oleh amanah peradaban.”

Kedua rekan saya juga tersenyum lebar mendengar pernyataan itu.

Sebagai generasi milenials,. saat ini kita sedang menghadapi tantang besar, yaitu gap generasi dan perbedaan persepsi mengenai kesiapan mengasuh. Kebanyakan orang tua kita dulu membesarkan anaknya dengan ilmu seadanya, mereka berpikir bahwa dalam pengasuhan itu adalah hal yang natural bisa didapatkan seiring berjalannya waktu. Dampaknya, saat ini kita tidak tumbuh sebagai individu yang dipersiapkan untuk menjadi istri, suami bahkan orangtua. Padahal, perkembangan zaman dan situasi dunia saat ini menuntut kita untuk siap mengahadapi tantangan-tantangan dalam mengasuh anak sebagai mana pesan Ali bin Abi Thalib agar mendidik anak sesuai dengan zamannya.

Tidak pernah ada yang tahu apakah pengalaman pernikahan dan pengasuhan ini akan kita rasakan atau tidak, meskipun kita sudah belajar. Tapi, tidak ada yang salah dengan belajar dan mempersiapkan, bukan?

Semoga Allah memudahkan setiap niat baik dan mempertemukan dengan jalan-jalan terbaik.

Selamat memperjuangkan Kebaikan!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar