"When talking about marriage, Allah says your spouses are garments for you. A garment may or may not fit perfectly-but either way, it covers imperfections, protects, and beautifies.
-Yasmin Mohaged -
Apakah benar sudah siap menikah?
Sudah siap menjadi pasangan? Sudah siap diamanahi Allah keturunan? Sudah siap
menjadi orang tua?
Menurut kalian apa sih definisi menikah
? (komen di bawah yaa..)
Menurut definisi yang saya saat ini
yakini bahwa menikah adalah ibadah seumur hidup serta sebuah perjanjian yang
sangat agung karena melibatkan perjanjian dengan Allah/ mitsaqan ghaliza. Serta
dalam ucapan kalimat yang diucapkan saat ijab qabul dalam bahasa Arab merupakan
kalimat fi'il madi. Karena
dengan siapa kita menikah sudah Allah tetapkan sebelum Akad, bahkan sebelum
kita terlahir kedunia. Sehingga pernikahan ini adalah bentuk pengesahan bagi
ketentuan yang sudah ada. Masyaa Allah.
Menikah bukan perkara mudah dan
tidak akan pernah menjadi perkara yang mudah, terutama ketika menjalaninya.
Pernikahan itu menghadirkan tantangan baru, bahkan dalam pernikahan tidak
selalu menjajikan sebuah kebahagiaan, tapi kebahagian itu sejatinya di ciptakan
oleh satu sama lain.
Dalam ekspektasi saat ini, sebagian
dari kita lebih beranggapan kalau menikah itu untuk bahagia. Padahal ada elemen
penting yang sering dilupakan yaitu kesediaan
untuk menderita. Kenapa bisa se-menyeramkan itu sih??? Karna menurut hasil
survei bahwa banyak terjadi perceraian di 5 tahun pertama hanya karna
urusan-urusan yang sepele.
Sebagaimana impian setiap orang yang
menikah maka sudah pasti yang diharapkan adalah menikah sampai tua, tapi apakah
tidak terbersit bahwa nanti akan mengalami fase bosan? bagaimana cara
menanggulanginya?
Ini bukan opini yang
"nakut-nakutin" buat nikah.
Tapi, justru sedikit memberi
tambahan pengetahuan supaya kita tidak menganggap mudah sebuah pernikahan. Ini
dimaksudkan karena jangan sampai beranggapan bahwa penikahan hanya sebatas Aku
cinta Kamu, tapi tentang kesiapan mempersiapkan penikahan dan
pengasuhan.
Mengutip
pembicaraan Mbak Novie dan Ibu Elly Risman. “Nak, Pastikan menikah dengan
ilmu, ya. Jangan terburu-buru, jangan asal jatuh cinta. Lihat Negara kita
banyak masalah, dan sebagian besar bermula dari pengasuhan yang salah.” dan “Ayo
dong, anak muda sebelum menikah itu melek pengasuhan!”
Kenapa harus dipersiapkan?
Bagaimana cara memulainya?
Mulailah dengan mengenali diri
sendiri, proses ini lebih sulit dari kita mengenali pasangan. Selain itu
kecenderungan orang yang tidak
mengenali dirinya sendiri akan mencari-cari pasangan yang sempurna untuk
menutupi dirinya. Padahal, seperti yang dikatakan oleh Ust. Salim A. Fillah, jangan
menikah dengan ekspektasi, tapi menikahlah dengan obsesi, yaitu tidak mencari
pasangan yang sempurna tapi kita bertekad kuat untuk menjadikan dan mendidik
pasangan kita sempurna di mata Allah SWT. Maka, carilah yang dikepalanya
ada ilmu, dihatinya ada takwa, dan ditangannya ada kebaikan yang kelak akan
dilakukan berdua.
Sadari bahwa kita akan menjadi orangtua, ini berlaku kepada laki-laki ataupun
perempuan. Karena seringkali dalam hal mempersiapkan perempuan lebih giat dari pada laki-laki. Mungkin ini juga karena
pandangan masyarakat tentang pendidikan dan pengasuhan, dimana katanya
laki-laki = mendidik, dan perempuan = mengasuh. Terlepas dari pandangan
masyarakat, laki-laki ataupun perempuan harus sadar bahwa pengasuhan tidak bisa
diulang. Maka dalam mempersiapkannya kita tidak bisa berleha-leha. Karena
tantangan mengasuh anak-anak kita adalah terletak dari zaman yang sudah
berbeda. Seperti yang dikatakan oleh Ali
bin Abi Thalib “Didiklah anakmu sesuai
dengan zamannya, karena mereka hidup dizamannya, bukan di zamanmu.”
Pilihlah calon yang
terbaik, karena hak pertama anak adalah dipilihkan ayah/ibu
yang terbaik. Tapi, jangan pernah berfikir sedikitpun bahwa kita menerima
pasangan kita telah baik. Menerima jadi! Menikah bukanlah menerima orang yang telah jadi dan siap digunakan. Pastilah dalam rumah tangga akan ada kekurangan dan
hal-hal yang mengganggu hati. Kita harus mampu saling memperbaiki apa yang
salah baik diri kita atau pasangan kita. Maka ketika kita berharap mendapatkan
istri/suami yang terbaik, maka itu tugas kita.
Mengutip
kata M. Faudzil Adhim dalam buku “Saatnya untuk Menikah”
“Cara untuk menjadi istri yang baik, hanya
melalui suami. Cara untuk menjadi suami terbaik, hanyalah melalui istri”
Dan
kalimat yang baik lainnya oleh Syaikh
Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Abu Salman
“Dan tempat yang paling baik untuk menimba
ilmu bagi wanita adalah seorang suami yang shalih, penuntut ilmu dan bertaqwa
kepada Allah.”
Memiliki visi
pengasuhan, ini sangat penting karena mau di didik seperti apa anak
kita, bagaimana cara mengasuhnya, mau jadi apa anak kita, bagaimana anak kita
memiliki kecerdasan emosional, cerdas, dan jadi pribadi tangguh pantang
mengeluh. Bahkan ada ayat pengingat dalam Al-quran yang membahas mengenai pentingnya kesiapan pengasuhan,
yaitu:
“Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” Q.S. An-Nisa : 9
Didalam
ayat tersebut di katakana bahwa kita harus takut kepada Allah kalau
meninggalkan keturunan yang lemah. Konteks lemah disini adalah lemah dalam
menghadapi tantangan zaman. Ada fakta
bahwa pengasuhan tidak ada sekolahnya. Tidak ada sekolah untuk menjadi ibu atau
ayah, padahal menjadi profesi lainnya ada sekolahnya. Namun, semua orang
terinstall untuk bisa menjadi orangtua, karena memang begitu fitrahnya. Tapi,
karena semakin meluasnya akses untuk belajar dan informasi, sebenarnya tidak
dijadikan alasan untuk menunda-nunda belajar dan mempersiapkan diri.
Dari
sekian kata di atas akan membuat pertanyaan baru dalam hati.
Apakah
kita sudah siap menikah?
Jawabannya
terletak hanya pada diri kita sendiri. Kita yang mengenali diri kita sendiri
bukan orang lain.
Wallahu’alam
bisawab

Tidak ada komentar:
Posting Komentar