Rabu, 14 Maret 2018

Lelaki Langka Zaman NOW

21.37 0 Comments


“The believers who show the most perfect faith are those whose character is excellent and the best of you are those who are the best to his wife” (Tirmidhi)


Beberapa minggu yang lalu, saya sempat berbincang bersama rekan saya. Bahasannya lebih ke bahasan yang random sih. Dan entah kenapa, pertanyaan ini bisa saya sampaikan. Terlebih saya bertanya kepada objek (laki-laki) langsung.

Saya termasuk orang yang suka menerka-nerka tentang bagaimana sih pandangan laki-laki mengenai topik yang biasanya berseliweran di otak saya. Tanpa ragu saya langsung mengajukan pertanyaan saya.

Pertanyaan pertama saya tentang bagaimana pandangannya mengenai kemapanan?

Tidak lama, teman saya ini langsung menjawab, "Mapan itu banyak aspeknya, tergantung bagaimana sudut pandang kita melihatnya. Secara umum, mapan itu cukup atau bahkan lebih secara finansial. Kalau menurut saya mapan itu lebih kepada keteguhannya. Kalau dari segi finansial, ketika segala kebutuhan sudah terkondisikan. Selain itu ada juga kemapanan karakter, yang mana urgensinya lebih tinggi dari pada finansial. Karna ketika laki-laki sudah mempunyai kemapanan karakter maka dia akan merasa percaya bahwa rezeki itu sudah diatur oleh Allah, dan semua sudah ada porsinya masing-masing. Dan ada satu tingkat lagi yaitu mapan secara ilmu, ini bahkan lebih penting dari mapan secara finansial dan karakter. Ini karena kemapanan finansial dan karakter tentu harus juga dibarengi oleh kemapanan ilmu."

Yah, mungkin jawabannya hampir sama dengan pemikiran saya akhir-akhir ini yang mana pandangnnya ga terlalu jauh dan ga terlalu berjarak. Pendapatnya mengenai kemapanan karakter itu sangat jelas, dan untuk seseorang dengan karakter yang baik maka akan menjauhkan seseorang dari prasangka dan ketakukan mengenai rezeki. Bahwa rezeki itu akan dijamin selama dia mau mengusahakan.

Tanpa komentar lagi, saya langsung meminta mengajukan pertanyaan kedua dan langsung disetujui. Lebih memilih menjadi laki-laki sholeh atau suami sholeh?
 
Pertanyaannya ini mungkin agak rumit dicerna, sampai jawabnnya sedikit terpending. Namun tetap terjawab dengan jawaban yang sedikit panjang "Berhubung saat ini belum menikah, jadi ya masih berusaha menjadi pribadi yang lebih baik di hadapan Allah. Sekiranya diberi kesempatan menjadi seorang suami, atau orang tua maka saya juga akan terus ikhtiar untuk belajar  menjadi seorang pemimpin yang terbaik bagi keluarga."

Memang betul sekali, setiap saat kita harus senantiasa memperbaiki diri dihadapan Allah. Baik ketika kita sebelum atau setelah menikah.  Terlebih lagi tugas seorang laki-laki itu menjadi pemimpin yang mana harus memiliki niat, kemauan, tekad yang lebih kuat untuk terus belajar, dan berkontribusi.

Mengutip yang disampaikan oleh Kang Firman , seorang Stength Based Family, yang mana beliau mengungkapkan bahwa urusan rumah tangga itu adalah urusan laki-laki. “…, Agenda yang harus disiapkan oleh setiap laki-laki muslim yang akan menikah adalah belajar memimpin dan bertanggung jawab. Karna islam dirancang untuk diamalkan didalam keluarga, bukan kehidupan sendiri. Bahwa islam dirancang untuk hidup dalam keluarga, tidak soliter dan bahwa keluarga  adalah urusan laki-laki.”

Dengan ragu, saya kembali meminta pertanyaan tambahan, dan mengatakan bahwa ini adalah pertanyaan terakhir yang saya ajukan. Ketika sudah dipersilahkan saya langsung    meberikan pertanyaanya. “Bagaimana tanggapannya mengenai laki-laki yang belajar mengenai pengasuhan? Melihat pandangan masyarakat saat ini menganggap bahwa tugas laki-laki itu untuk mendidik dan peremuan untuk  mengasuh. Bagaimana menanggapinya?”

Selang beberapa hari, pertanyaan ini baru selesai dirangkai menjadi sebuah jawaban. Heee…
Intinya, teman saya menjawab “Ketika laki-laki yang belum menikah tentunya ia adalah calon imam, dan apabila dikaitkan tugas manusia adalah belajar, terus belajar dan belajar terus. Apalagi ini kasusnya terjadi kepada imam, maka ia harusnya tahu semua, minimal tahu, lebih baik paham dan langsung bisa action. Sebenarnya tidak semua pengasuhan  itu terus di lakukan Ibu, karna pasti Ayah juga ikut andil. Ketika saya mengalami, justru Ayah juga berperan dalam hal pendidikan dan hal lainnya. Yang saya rasakan peranan ayah sangat berpengaruh serta dibarengi oleh pengasuhan ibu. Namun mungkin padangan yang muncul di masyarakat itu mungkin karna ibu lebih sering berada dirumah. Intinya sih mau jadi apapun kita belajar itu harus dijadikan suatu keharusan.”

*termenung sejenak*
Saya kemudian mengakhiri dengan ucapan terima kasih atas jawaban-jawaban supernya dan semoga ini membantu membuka sudut pandang saya. Yang pasti tidak membuat perntanyaan tanpa jawaban untuk berseliweran di isi otak saya.

Dari sekian panjang dan beratnya bahasan random ini saya ingin sedikit menyimpulkan, setiap perempuan pasti memiliki kriteria tentang calon suaminya. Maka pilihlah lelaki yang langka, karena dari sekian banyak tipikal laki-laki, carilah laki-laki yang sholatnya tepat waktu dan rajin ke mesjid. Bersyukurlah karena itu laki-laki yang sangat langka. Sungguh sangat langka. Selain itu juga pilihlah laki-laki yang sudah memiliki kemapanan karakter. Yang mana lelaki dengan type seperti ini akan menyerahkan urusan rezeki hanya kepada Allah. Tapi jangan heran ketika ada lelaki yang mengatakan “Aku belum siap, finansialku belum cukup”. Percayalah  memang begitu laki-laki pada umumnya. Karna mereka hanya ingin memastikan semua baik sejak awal.

Tetapi bagi para lelaki, ada juga pesan dan jeritan dari perempuan yang berada di samping saya saat ini katanya jangan terlalu fokus akan mempersiapkan kemapanan secara finasial. Karena pada dasarnya perempuan tidak terlalu melihat bahwa kemapanan adalah suatu keharusan. Akan tetapi kami hanya menilainya sebagai bukti kesiapan. Tidak penting berpenghasilan tetap, yang perting tetap berpenghasilan. Karena ketika sudah mempunyai kemapanan karakter maka ia akan tahu tanggung jawabnya dimana.

And the last one, percayalah bahwa Allah akan memberikan manusia terbaik sebagai pasangan hidup anda.

Selamat menemukan 😁

Wallahu'alam bishawab.

Kamis, 08 Maret 2018

Serius Siap NIKAH?

15.13 0 Comments
 
"When talking about marriage, Allah says your spouses are garments for you. A garment may or may not fit perfectly-but either way, it covers imperfections, protects, and beautifies.
-Yasmin Mohaged - 

Apakah benar sudah siap menikah? Sudah siap menjadi pasangan? Sudah siap diamanahi Allah keturunan? Sudah siap menjadi orang tua?


Menurut kalian apa sih definisi menikah ? (komen di bawah yaa..)

Menurut definisi yang saya saat ini yakini bahwa menikah adalah ibadah seumur hidup serta sebuah perjanjian yang sangat agung karena melibatkan perjanjian dengan Allah/ mitsaqan ghaliza. Serta dalam ucapan kalimat yang diucapkan saat ijab qabul dalam bahasa Arab merupakan kalimat  fi'il madi. Karena  dengan siapa kita menikah sudah Allah tetapkan sebelum Akad, bahkan sebelum kita terlahir kedunia. Sehingga pernikahan ini adalah bentuk pengesahan bagi ketentuan yang sudah ada. Masyaa Allah. 

Menikah bukan perkara mudah dan tidak akan pernah menjadi perkara yang mudah, terutama ketika menjalaninya. Pernikahan itu menghadirkan tantangan baru, bahkan dalam pernikahan tidak selalu menjajikan sebuah kebahagiaan, tapi kebahagian itu sejatinya di ciptakan oleh satu sama lain. 

Dalam ekspektasi saat ini, sebagian dari kita lebih beranggapan kalau menikah itu untuk bahagia. Padahal ada elemen penting yang sering dilupakan yaitu kesediaan untuk menderita. Kenapa bisa se-menyeramkan itu sih??? Karna menurut hasil survei bahwa banyak terjadi perceraian di 5 tahun pertama hanya karna urusan-urusan yang sepele.

Sebagaimana impian setiap orang yang menikah maka sudah pasti yang diharapkan adalah menikah sampai tua, tapi apakah tidak terbersit bahwa nanti akan mengalami fase bosan? bagaimana cara menanggulanginya?

Ini bukan opini yang "nakut-nakutin" buat nikah. 

Tapi, justru sedikit memberi tambahan pengetahuan supaya kita tidak menganggap mudah sebuah pernikahan. Ini dimaksudkan karena jangan sampai beranggapan bahwa penikahan hanya sebatas Aku cinta Kamu, tapi tentang kesiapan mempersiapkan penikahan dan pengasuhan. 

Mengutip pembicaraan Mbak Novie dan Ibu Elly Risman. “Nak, Pastikan menikah dengan ilmu, ya. Jangan terburu-buru, jangan asal jatuh cinta. Lihat Negara kita banyak masalah, dan sebagian besar bermula dari pengasuhan yang salah.” dan “Ayo dong, anak muda sebelum menikah itu melek pengasuhan!”

Kenapa harus dipersiapkan? Bagaimana cara memulainya? 

Mulailah dengan mengenali diri sendiri, proses ini lebih sulit dari kita mengenali pasangan. Selain itu kecenderungan  orang yang tidak mengenali dirinya sendiri akan mencari-cari pasangan yang sempurna untuk menutupi dirinya. Padahal, seperti yang dikatakan oleh Ust. Salim A. Fillah, jangan menikah dengan ekspektasi, tapi menikahlah dengan obsesi, yaitu tidak mencari pasangan yang sempurna tapi kita bertekad kuat untuk menjadikan dan mendidik pasangan kita sempurna di mata Allah SWT. Maka, carilah yang dikepalanya ada ilmu, dihatinya ada takwa, dan ditangannya ada kebaikan yang kelak akan dilakukan berdua.

Sadari bahwa kita akan menjadi orangtua,  ini berlaku kepada laki-laki ataupun perempuan. Karena seringkali dalam hal mempersiapkan  perempuan lebih giat  dari pada laki-laki. Mungkin ini juga karena pandangan masyarakat tentang pendidikan dan pengasuhan, dimana katanya laki-laki = mendidik, dan perempuan = mengasuh. Terlepas dari pandangan masyarakat, laki-laki ataupun perempuan harus sadar bahwa pengasuhan tidak bisa diulang. Maka dalam mempersiapkannya kita tidak bisa berleha-leha. Karena tantangan mengasuh anak-anak kita adalah terletak dari zaman yang sudah berbeda. Seperti yang dikatakan oleh  Ali bin Abi Thalib “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup dizamannya, bukan di zamanmu.”

Pilihlah calon yang terbaik, karena hak pertama anak adalah dipilihkan ayah/ibu yang terbaik. Tapi, jangan pernah berfikir sedikitpun bahwa kita menerima pasangan kita telah baik. Menerima jadi! Menikah bukanlah menerima orang yang telah jadi dan siap digunakan. Pastilah dalam rumah tangga akan ada kekurangan dan hal-hal yang mengganggu hati. Kita harus mampu saling memperbaiki apa yang salah baik diri kita atau pasangan kita. Maka ketika kita berharap mendapatkan istri/suami yang terbaik, maka itu tugas kita.

Mengutip kata M. Faudzil Adhim dalam buku “Saatnya untuk Menikah”
Cara untuk menjadi istri yang baik, hanya melalui suami. Cara untuk menjadi suami terbaik, hanyalah melalui istri

Dan kalimat yang baik  lainnya oleh Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Abu Salman
Dan tempat yang paling baik untuk menimba ilmu bagi wanita adalah seorang suami yang shalih, penuntut ilmu dan bertaqwa kepada Allah.”

Memiliki visi pengasuhan, ini sangat  penting karena mau di didik seperti apa anak kita, bagaimana cara mengasuhnya, mau jadi apa anak kita, bagaimana anak kita memiliki kecerdasan emosional, cerdas, dan jadi pribadi tangguh pantang mengeluh. Bahkan ada ayat pengingat dalam Al-quran  yang membahas mengenai pentingnya kesiapan pengasuhan, yaitu:
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah,  yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” Q.S. An-Nisa : 9
Didalam ayat tersebut di katakana bahwa kita harus takut kepada Allah kalau meninggalkan keturunan yang lemah. Konteks lemah disini adalah lemah dalam menghadapi tantangan zaman.  Ada fakta bahwa pengasuhan tidak ada sekolahnya. Tidak ada sekolah untuk menjadi ibu atau ayah, padahal menjadi profesi lainnya ada sekolahnya. Namun, semua orang terinstall untuk bisa menjadi orangtua, karena memang begitu fitrahnya. Tapi, karena semakin meluasnya akses untuk belajar dan informasi, sebenarnya tidak dijadikan alasan untuk menunda-nunda belajar dan mempersiapkan diri.

Dari sekian kata di atas akan membuat pertanyaan baru dalam hati.

Apakah kita sudah siap menikah?

Jawabannya terletak hanya pada diri kita sendiri. Kita yang mengenali diri kita sendiri bukan orang lain.


Wallahu’alam bisawab